Pilih Bebas Pulang Larut
Menurut mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Jogja itu, aturan yang mengikat akan mengekang setiap penghuni kos. "Sama saja di rumah dong kalau begitu caranya," kata Andi yang saat ini memilih kontrak rumah karena merasa lebih bebas dibanding tinggal di pondokan.
Kebebasan aturan dalam kos, menurutnya, bakal mempermudah mahasiswa untuk bereksplorasi dalam mencari jati diri. "Lebih asyik kalau bebas," ungkapnya.
Nia, 21, mahasiswi PTN di Sleman mengaku lebih suka kos-kosan yang bebas namun terbatas. Artinya, tidak ada pembatasan jam pulang bagi penghuni kos. "Aturan waktu hanya untuk pengunjung, aku sepakat. Tapi kalau penghuninya harus bebas. Kalau pas ada tugas sampai tengah malam bagaimana,” ujarnya setengah bertanya.
Rohmad, 24, punya pendapat berbeda. Mahasiswa asal Lampung itu lebih memilih
tinggal di kos-kosan yang punya tata tertib yang jelas dan ketat. Kenyamanan menjadi alasan dia untuk memilih kos-kosan dengan kategori tersebut.
"Saya sudah pindah-pindah kos sebanyak empat kali. Ternyata, tertib itu lebih nyaman,” ujar mahasiswa PTS yang sedang menempuh ujian skripsi itu. Pendapat Iwan, 24, lain lagi.
Iwan, karyawan swasta asal Magelang, mengaku tidak mempersoalkan kos-kosan campur antara putra dan putri. "Hawa nafsu tetap harus dijaga. Toh asal kita selalu
positive thinking, tidak masalah kok,” ujarnya.
Pernyataan Iwan berbeda dengan Dedi, 29. Kos campur putra dan putri, menurutnya, berpotensi menjerumuskan seseorang ke dalam pergaulan bebas. "Mata lelaki itu langsung nyetrum, greng, jika melihat sesuatu yang 'indah', kan,” tuturnya sambil tertawa. (yog)
Kebebasan aturan dalam kos, menurutnya, bakal mempermudah mahasiswa untuk bereksplorasi dalam mencari jati diri. "Lebih asyik kalau bebas," ungkapnya.
Nia, 21, mahasiswi PTN di Sleman mengaku lebih suka kos-kosan yang bebas namun terbatas. Artinya, tidak ada pembatasan jam pulang bagi penghuni kos. "Aturan waktu hanya untuk pengunjung, aku sepakat. Tapi kalau penghuninya harus bebas. Kalau pas ada tugas sampai tengah malam bagaimana,” ujarnya setengah bertanya.
Rohmad, 24, punya pendapat berbeda. Mahasiswa asal Lampung itu lebih memilih
tinggal di kos-kosan yang punya tata tertib yang jelas dan ketat. Kenyamanan menjadi alasan dia untuk memilih kos-kosan dengan kategori tersebut.
"Saya sudah pindah-pindah kos sebanyak empat kali. Ternyata, tertib itu lebih nyaman,” ujar mahasiswa PTS yang sedang menempuh ujian skripsi itu. Pendapat Iwan, 24, lain lagi.
Iwan, karyawan swasta asal Magelang, mengaku tidak mempersoalkan kos-kosan campur antara putra dan putri. "Hawa nafsu tetap harus dijaga. Toh asal kita selalu
positive thinking, tidak masalah kok,” ujarnya.
Pernyataan Iwan berbeda dengan Dedi, 29. Kos campur putra dan putri, menurutnya, berpotensi menjerumuskan seseorang ke dalam pergaulan bebas. "Mata lelaki itu langsung nyetrum, greng, jika melihat sesuatu yang 'indah', kan,” tuturnya sambil tertawa. (yog)
sumber. radar jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar